![]() |
Kande |
Masyarakat Aceh Utara sejak zaman dahulu hidup di bidang pertanian, perkebunan dan lainnya. Di Aceh Utara telah berkembang berbagai kesenian: seni tari, seni drama, seni sastra, sandiwara, seni ukir/pahat dan berbagai jenis kesenian lainnya.
Tari Aceh diiringi dengan vokal suara dan ada kalanya dengan rapai, seureune kale serta canang.
Seni tari di Aceh Utara sudah lama berkembang khususnya kesenian tradisional. Umumnya kesenian tradisional ini dilakukan pada malam hari masa bulan terang, setelah musim panen di sawah, biasanya dari malam sampai pagi.
Jenis kesenian di Aceh Utara yang berkembang dan sangat digemari: Seudati, Rapai Pasee, Rapai Debus, Rapai Lahee, Rapai Grimpheng, Rapai Pulot, Alue Tunjang, Poh Kipah, Biola Aceh, Meurukon, Sandiwara/Drama Aceh, Hikayat/Cerita Rakyat.
1. Tari Seudati

Tarian ini juga termasuk kategori Tribal War Dance atau Tari Perang, yang mana syairnya selalu membangkitkan semangat pemuda Aceh untuk bangkit dan melawan penjajahan. Oleh sebab itu tarian ini sempat dilarang pada zaman penjajahan Belanda, tetapi sekarang tarian ini diperbolehkan kembali dan menjadi Kesenian Nasional Indonesia.
2. Rapai Pasee

3. Rapai Daboh

Yang disebut rapai adalah sejenis rebana besar yang dipukul dengan tangan dan daboh berasal dari bahasa Arab, yakni “dabbus” yang merupakan sejenis senjata dan besi runcing dan bundar hulunya, panjangnya kira-kira setengah jengkal, dan bentuknya sebesar telunjuk.
Komposisi rapai daboh yaitu: daboh (awak debus) yang masing-masing memegang rapai, kemudian dipimpin oleh seorang ahli yang disebut “khalifah”. Khalifah ini memiliki ilmu kebal, tak mempan senjata, ahli ma’rifat besi, sehingga berkat mantera-manteranya, senjata-senjata tajam yang ditikamkan ke tubuhnya menjadi bengkok atau pun patah dua. Jika sesekali ia mengalami luka akibat tusukan-tusukan, dengan serta merta dapat disembuhkan seketika setelah ia mengelus lukanya itu dengan telapak tangan.

Dengan besi dabbus yang tergenggam di tangannya, sang khalifah meloncat-loncat mengikuti irama rapai sambil mengucapkan doa-doa dengan suara keras menukuk. Dan bila suara rapai membahana gemuruh, sang khalifah pun serupa orang kesurupan yang menghentak-hentakkan tubuhnya mengikuti irama rapai. Maka pada kala itu, mulailah dengan kesaktiannya, ia menikam dirinya sendiri, baik menikam pahanya, perutnya, atau pun anggota tubuh lainnya sambil berloncat-loncat.
4. Rapa'i Lagee

5. Tari Poh Kipah

6. Biola Aceh

7. Meurukon
Meurukon, sebuah tradisi yang hidup dalam budaya masyarakat Aceh. Kehadirannya tidak terlepas dari budaya kehidupan masyarakat Aceh yang Islami. Dalam tradisi Meurukon, antara irama dan pesan agama di kolaborasikan menjadi satu yang dinamakan “Meurukon”.
Sebagimana tercatat dalam literaratur sejarah kebudayaan masyarakat Aceh, bahwa Meurukon itu adalah sebuah seni yang Islami dalam keseharian masyarakat. Meurukon bukanlah sebuah paguyuban atau kelompok masyarakat. Melainkan sebuah kesenian yang bentuknya berkelompok (kafilah), materinyapun adalah persoalan agama yang kemudian disampaikan dalam bentuk syair yang sangat spontanitas.
8. Rapa'i Geurimpheng

Foto: google.co.id